Kaltimminutes.co — Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Jakarta Pusat memutuskan aksi calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka bagi-bagi susu di arena Hari Bebas Kendaraan Bermotor (Car Free Day/CFD) sebagai sebuah pelanggaran.
Hal ini lantas mendapat tanggapang dari Pakar hukum yang juga Wakil Ketua Dewan Pengarah TKN Prabowo Gibran-Gibran Rakabuming, Yusril Ihza Mahendra.
Yusril menyatakan Bawaslu Jakarta Pusat tak berwenang menyatakan ada atau tidaknya unsur pelanggaran yang dilakukan Gibran terkait bagi-bagi susu saat car free day di Jakarta.
“Lembaga pengawas Pemilu itu hanya berwenang memeriksa terjadi pelanggaran pidana Pemilu atau tidak sebagaimana diatur dalam ketentuan pidana Pemilu. Kalau ada, maka dugaan pidana itu diteruskan kepada ke Gakkumdu. Kalau tidak terjadi pelanggaran, pemeriksaan dinyatakan selesai,” kata Yusril lewat keterangan tertulis, Jumat (5/1).
Selain menjabat Wakil Ketua Dewan Pengarah TKN, Yusril juga berstatus Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB). Partainya ikut mendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
Yusril mengamini Pergub itu memang mengatur bahwa CFD hanya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan bertema lingkungan hidup, olah raga, dan seni budaya. Kawasan CFD tak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
Dalam pergub, kata Yusril, hanya mengatur tugas SKPD dan UKPD terkait, antara lain (1) Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DKI Jakarta bertugas melakukan pengawasan dan pengendalian kegiatan terhadap Ormas dan LSM yang melakukan kegiatan untuk kepentingan partai politik dan SARA dan “orasi yang bersifat menghasut.
Kemudian (2) Satuan Pamong Praja Kota Administrasi yang bertugas melakukan penjagaan, pengamanan dan pembinaan ketertiban umum serta penertiban terhadap pelanggaran yang terjadi selama pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB).
Kewenangan yang diberikan kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DKI serta Satuan Pamong Praja pun lebih banyak bersifat persuasif. Bukan langkah penegakan hukum seperti melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.
Kewenangan dua SKPD itu hanya bisa dilakukan di lapangan. Jika terjadi pelanggaran, maka mereka bertugas menertibkan. Bukan mengambil langkah hukum seperti penyelidikan dan penyidikan yang menjadi kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Daerah.
“Namun siapa yang berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, serta apa sanksinya. Pergub ini sama sekali tidak mengaturnya,” ucap dia.
Selain itu, Pergub tersebut juga sama sekali tak mengatur pidana baik kejahatan maupun pelanggaran beserta sanksinya.
Ia menegaskan secara aturan, Pergub juga tak boleh mencantumkan sanksi pidana apapun. Apabila memuat sanksi, hal itu jelas melanggar prinsip negara hukum.
Yusril lantas heran Bawaslu Jakpus merasa berwenang menyatakan tindakan Gibran sebagai temuan pelanggaran hukum. Padahal, Pergub itu sama sekali tak memuat norma hukum yang disertai dengan sanksi apapun.
“Ini bisa dianggap sebagai pelanggaran etik yang patut diperhatikan oleh Bawaslu Jakarta Pusat,” ujarnya.
(*)