Kaltimminutes.co — Calon presiden Prabowo Subianto menutup debat terakhir calon presiden dengan menyampaikan permintaan maaf kepada dua rivalnya dalam kontestasi Pilpres 2024. Ia juga minta maaf ke KPU.
“Saya atas nama Prabowo-Gibran dan Koalisi Indonesia Maju, minta maaf kepada paslon 1 Pak Anies-Muhaimin dan paslon 3 Ganjar-Mahfud seandainya dalam kampanye ini ada kata-kata kami yang kurang berkenan, kami maaf sebesar-besarnya,” kata Prabowo di debat terakhir Pilpres 2024 yang digelar KPU di JCC, Jakarta, Minggu.
Menaggapi sikap yang ditunjukkan Prabowo, Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Budiman Sudjatmiko menyampaikan apresiasinya.
Budiman mengatakan Prabowo ingin menegaskan bahwa Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo bukanlah musuhnya. Menurutnya, musuh sejati Prabowo adalah kemiskinan dan keterbelakangan.
“Pak Prabowo menegaskan, musuh beliau bukan Pak Anies dan Pak Ganjar, sesengit apapun perdebatan yang pernah terjadi. Tapi musuh beliau adalah kemiskinan dan keterbelakangan,” kata Budiman dalam keterangan tertulis, Selasa (6/2).
Selain itu, kata Budiman, permintaan maaf Prabowo itu juga bukti sifat kenegarawanan. Ia menuturkan Prabowo akan berdiri sebagai pemimpin bangsa, bukan golongan tertentu.
“Ini adalah sifat kenegarawanan dasar, bahwa beliau berdiri sebagai pemimpin bangsa, bukan sebagai pemimpin golongan tertentu,” ucapnya.
Budiman pun optimistis hal tersebut bisa mendongkrak elektabilitas Prabowo. Namun, lanjut dia, yang penting pernyataan itu bisa jadi pelajaran semua pihak untuk saling menghormati satu sama lain.
“Tentu ada pengaruh elektoral yang besar, namun yang lebih penting adalah pelajaran. Debat kemarin adalah pancaran kenegarawanan yang telah dicatat oleh sejarah. Ditonton ratusan juta rakyat Indonesia,” ujarnya.
Budiman juga mengatakan Prabowo merupakan satu-satunya calon presiden yang mengapresiasi jasa para presiden Indonesia secara terbuka.
Sukarno sebagai peletak dasar kebangsaan modern, Soeharto berperan dalam pembangunan ekonomi modern, kemudian BJ Habibie yang menyadarkan pentingnya pembangunan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Lalu, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang meletakkan pondasi toleransi bangsa, Megawati Sukarnoputri yang menata kembali dasar politik demokratis di Indonesia, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang meneruskan tradisi demokrasi dan merawat perdamaian.
“Pak Jokowi meletakkan dasar Indonesia menuju kemajuan dengan pemerataan infrastruktur fisik dan pembangunan SDM. Tidak ada yang tidak ada terjangkau,” ucap dia.
(*)