“Endapan itu terdorong dari laut pada 15 juta tahun yang lalu. Dorongan kuat membawa endapan itu semakin kuat ke arah barat Kalimantan. Endapan ini yang kemudian menjadi Balikpapan, Samarinda, Kukar, dan mengarah ke Kutai Barat. Endapan ini bernama Delta Mahakam Purba atau Cekungan Kutai, sebuah fenomena ekologi muasal daratan di timur Kalimantan.” ujar Hanang Samodra, Peneliti Ahli Badan Geologi Kementerian ESDM RI.
Sejak 1995, ia bersama tim telah meneliti Delta Mahakam. Selain meneliti, pemetaan terkait hamparan Delta Mahakam juga dilakukan.
——–
Menurut tulisan Coleman, 1968; Scott & Fischer, 1969, delta adalah tanah datar hasil pengendapan yang dibentuk oleh sungai, muara sungai, di mana timbunan sedimen tersebut mengakibatkan propagradasi yang tidak teratur pada garis pantai.
Tidak ada yang istimewa memang dari Delta Mahakam. Namun, di kawasan itu terkenal hingga ke luar negeri. Pasalnya, Delta Mahakam yang berada di sepanjang pesisir Samboja dan Muara Jawa, hingga lepas pantai mengandung minyak dan gas yang melimpah. Inilah kekayaan hakiki yang dimiliki Bumi Etam selain Karst Sangkulirang-Mangkalihat.
“Delta Mahakam itu terkenal di Indonesia dan negara luar karena banyak mengandung minyak dan gas. Itu bisa jadi potensi daerah yang menjadi kekayaan hakiki, selain Karst Sangkulirang-Mangkalihat,” kata Hanang Samodra, Peneliti Ahli Geologi Kementerian ESDM RI.
Sampingkan dulu kekayaan gas dan minyak di Delta Mahakam. Kekayaan sebenarnya terjadi jauh sebelum itu, sekira belasan juta tahun yang lalu. Bermula dari endapan yang terdorong 15 juta tahun yang lalu dari dasar lautan. Membentuk Cekungan Kutai atau Delta Mahakam Purba.
Delta Mahakam Purba, ekosistem endapan yang semula berada di laut, kemudian terdorong dan terangkat membentuk daratan di Kalimantan bagian timur. Endapan Delta Mahakam Purba ini menghampar dari Balikpapan, Kukar, Samarinda, dan Kubar.
“Endapan yang terangkat itu menjadi susunan semacam ‘kue lapis’ tanah. Lapisan endapan itu paling jelas bisa dilihat mata ketika melewati Tol Balsam, kilometer 53-57 di daerah Samboja (Kukar). Tapi kalau yg di sekitar Tol Balsam itu tergolong muda, sekitar 3-5 juta tahun yang lalu,” paparnya.
Apa spesialnya?
Secara umum, mungkin tidak ada yang spesial dari Delta Mahakam, namun secara spesifik menurut Hanang, Delta Mahakam menjadi delta terbaik di Indonesia. Alasannya, endapan yang kompleks mulai dari endapan sungai hingga endapan laut tersusun jadi satu di Delta Mahakam, sebuah kompleksitas yang tidak dimiliki delta lain di Indonesia.
“Meski tidak ada yang spesial dari Delta Mahakam, namun di Indonesia delta itu menjadi spesifik, karena endapan delta terbaik di Indonesia berada di Delta Mahakam, karena endapan yang kompleks mulai dari endapan sungai hingga endapan laut tersusun jadi satu di sana. Di tempat lain juga ada, tapi tidak sekompleks Delta Mahakam,” jelasnya.
“Lebih dalam dari itu, Delta Mahakam Purba, mungkin saja bisa memberi informasi bagaimana daratan terbentuk 15 juta tahun lalu, membentuk Balikpapan sampai Kubar,” lanjutnya.
Memahami potensi besar di Delta Mahakam Purba. Badan Ekologi, Kementerian ESDM RI telah melakukan pemetaan ekologi di endapan purba tersebut pada tahun 1995. Potensi paling nyata adalah menjadikan kawasan ini sebagai wisata ekologi, pendidikan tentang ilmu bumi, dan konservasi. Sejurus dengan itu, Delta Mahakam bisa dikembangkan menjadi warisan ekologi nasional hingga dunia.
“Dulu waktu pemetaan ekologi oleh Badan Ekologi Kementerian ESDM RI, kami berspekulasi endapan delta itu hanya terjadi sekitar pesisir Balikpapan hingga Muara Jawa (Kukar), menerus ke Samarinda dan Tenggarong. Itu warisan alam, jangan dilupakan. Seperti halnya karst,” katanya.
Sayangnya, penelitian yang kerap dilakukan oleh peneliti luar negeri di endapan Delta Mahakam, selalu berkaitan dengan potensi minyak dan gas. Keperluan ekspoitasi alam.
Sebab keunikan ada di Delta Mahakam. Potensi minyak dan gas di kawasan itu menurut Hanang, tidak bisa diukur. Sebab, minyak dan gas di endapan Delta Mahakam tidak berbentuk embung, tapi terjebak disela tanah dan pasir. Rongga-rongga antar pasir dan bebatuan itu yang diisi oleh minyak dan gas.
Belum Ada Penelitian Komprehensif di Delta Mahakam Purba
Sementara itu, Ikatan Ahli Geologi Indonesia Kaltim, diketahui belum pernah melakukan penelitian secara komprehensif di Delta Mahakam Purba.
Meski begitu, Fajar Alam, Chairman Ikatan Ahli Geologi Indonesia Kaltim, menyatakan potensi besar terkandung dalam delta berusia belasan juta tahun itu. Tidak melulu soal sumber daya alam, tapi juga fenomena alam dan kekayaan purbakala.
“Kalau potensi minyak dan gas itu potensi yang normatif, semua delta di seluruh dunia punya potensi itu. Delta Mahakam Purba, bisa jadi kawasan penelitian geologi, mempelajari perubahan susunan batuan yang ada, baik selama periode waktu masih berupa endapan di air sungai, kemudian berubah menjadi endapan laut. Itu memiliki ciri-ciri tertentu yang menarik bila dilihat bersama di lapangan. Maksudnya di singkapan batuan yang ada. Akan bisa dilihat batas jelas batuan pada fase endapan laut kontak dengan endapan sungai,” kata Fajar Alam.
Fajar Alam lalu menjelaskan pola pembentukan gas dan minyak bumi di endapan Delta Mahakam.
“Tebalnya endapan Delta Mahakam hingga membentuk cekungan yang disebut Cekungan Kutai, ketebalan endapan itu bisa mencapai 8 kilometer kedalamannya hingga ke endapan terbawahnya. Sehingga batuan yang mengandung karbon banyak seperti lempung hitam atau sebagian sudah ada yang mengarah ke batu bara. Unsur itu bisa membentuk yang kita kenal sebagai minyak dan gas bumi. Di banyak lapisan itu tersimpan banyak minyak dan gas, lalu tersimpan di endapan, mengisi pori-pori pasir dan batuan,” jelasnya.
Dari penelitian awal yang dilakukan oleh Ikatan Ahli Geologi Indonesia Kaltim, mengungkap pembentukan daratan di bagian timur Kalimantan ini.
Belasan juta tahun lalu, endapan yang berada di dasar laut, akibat pergerakan kerak bumi lalu terdorong ke atas hingga membentuk daratan. Endapan dari laut inipun lalu bercampur dengan endapan sungai di darat, dorongan lalu semakin kuat ke arah barat, hingga membentuk lipatan-lipatan tanah.
“Lipatan endapan delta purba itu lebih kuat ke arah barat (Separi menuju Kutai Barat) dan melemah ke arah timur (kawasan Selat Makassar). Melemah ini maksudnya, ketinggiannya tidak setinggi dan serapat bila ke arah barat, atau biasa disebut Cekungan Kutai,” rincinya.
“Di Samarinda masih lumayan rapat, kemiringan di daerah Batu Putih sekitar 70-80 derajat. Artinya, lipatan masih cukup rapat, tapi ke daerah Handil, Samboja, Muara Jawa, Muara Badak, atau sekitar pesisir pantai, lipatannya hanya berkisar 40-60 derajat,” imbuhnya.
Situs Purbakala hingga Mud Volcano
Karena berlangsung sejak belasan juta tahun yang lalu, hingga saat ini, Delta Mahakam menyimpan banyak sekali misteri untuk menunggu diungkap.
Belakangan berbagai misteri itu mulai menampakan diri.
Situs purbakala di Stadion Utama Palaran. Fajar Alam kembali berkisah kepada redaksi Kaltimminutes. Di jalan masuk Stadion Utama Palaran Kaltim, ada sebuah situs purbakala yang bernilai historis tinggi bila diteliti lebih lanjut.
Situs ini pertama kali diungkap dengan tidak sengaja, karena pengerjaan jalan masuk menuju stadion kebanggan Kaltim di PON 2008 silam. Jalan masuk stadion yang membelah sebuah bukit, membuat kupasan tanah di sisi kanan dan kiri jalan. Di singkapan tanah inilah, ditemukan banyak cangkang kerang berbagai ukuran, bahkan beberapa telah menjadi fosil. Terbesar, fosil kerang ditemukan hingga sebesar piring nasi. Bicara susunan bebatuan dan tanah di area itu tidak kalah menarik.
Di singkapan tanah jalan masuk stadion tersebut, terlihat jelas susunan tanah membentuk berbagai lapisan. Di sana kita akan melihat jelas peralihan dari endapan laut menuju darat. Semakin ke dalam (arah stadion) semakin ke darat, tapi di daerah gerbang stadion endapan laut banyak terlihat.
“Di sisi jalan, endapan laut berisi fosil cangkang besar kerang bisa ditemukan di situ. Cangkang itu besarnya bisa lebih dari ukuran piring nasi,” tegasnya.
Fenomena ekologi dari Delta Mahakam lainnya, menurut Fajar Alam adalah, banyak singkapan tanah di hamparan Delta Mahakam Purba, mengandung minyak yang merembes bisa disaksikan mata. Beberapa diantaranya ditemukan di daerah Sungai Lantung, Samarinda, dan daerah Gunung Dubs, Balikpapan. Bahkan di Gunung Dubs, rembesan minyak sangat besar keluar dari sela bebatuan. Pertamina membangun pipa untuk mengontrol keluarnya minyak dari perut bumi.
“Bahkan yang menarik, singkapan tanah yang mengandung minyak bisa dilihat oleh mata, berada di daerah Sungai Lantung, Samarinda. Di Balikpapan itu masih jelas terlihat di Gunung Dubs. Di situ bahkan sampai dibuatkan pipa sehingga itu lebih terkontrol keluarnya, gak cuma merembes keluar di bebatuan. Itu ada,” ungkapnya.
Belum habis sampai di situ, aktivitas Delta Mahakam Purba, kembali menunjukan fenomena lainnya. Yang gempar beberapa waktu lalu adalah Lava Lumpur atau disebut Mud Volcano di Gunung Batu Putih Suryanata, Samarinda.
Begini muasal munculnya Mud Volcano di Gunung Batu Putih, di Jalan Suryanata, Samarinda, menurut Fajar Alam.
Lava lumpur yang terjadi di Batu Putih, Jalan Suryanata Samarinda juga akibat dari aktivitas bawah tanah endapan Delta Mahakam purba.
Fenomena itu terjadi karena pasir lepas dan lumpur, tertutup dengan lapisan lain yang lebih muda, lumpur lain, dan pasir lain, lama-lama kadar airnya keluar, akhirnya ia mengeras, mengering, lalu membatu.
Cuma, karena sanking hebatnya pengendapan di Delta Mahakam ini, bagian itu yang atasnya sudah mengeras menjadi batu, di bawahnya ada bagian yang belum mengeras.
Bagian itu tetap menjadi endapan lumpur, sementara bagian yang atas tadi terlipat dan terdorong, sehingga menciptakan lipatan tanaynya yang hampir tegak sekitar 70-80 derajat. Sehingga lapisan yang sebelumnya ada di bawah sana, karena terlipat kemudian tererosi, akhirnya ia terbuka atau terpecah akibat faktor alam. Sehingga lumpur cari yang ada di bawah terdorong ke atas, seperti naik lift, karena ada saluran dia ke atas.
Karena ini endapan lempung dari laut yang banyak mengandung karbon, hasil dari olahan organisme renik itu dia terakumulasi menjadi minyak atau gas. Karena masa jenis gas lebih ringan dari minyak, sehingga gas mudah berpindah tempat dan mudah mecapai ke permukaan, dan jadilah yang kita kenal sebagai Mud Volcano.
Bersabar Menanti Perhatian Pemerintah
Kekayaan geologi yang dimiliki Delta Mahakam Purba, bukan tanpa ancaman. Situs purbakala di Stadion Utama Palaran misalnya, ancaman hilang menghantui situs itu. Dengan alasan pembangunan dan pematangan lahan, situs berusia jutaan tahun itu bisa saja hilang tanpa jejak.
Untuk itu, para ahli geologi berharap pemerintah daerah perlu membuat pusat penelitian terkait fenomena ekologi dan situs purakala ini, agar tidak hancur, terlebih hilang.
“Singkapan tanah di Stadion Palaran harus dilindungi di konservasi, karena nanti bisa saja jadi area pembangunan atau diturap, sehingga tidak terlihat lagi singkapannya. Atau dipangkas atau diratakan tanahnya dengan alasan pematangan lahan, itu akan hilang, padahal bernilai ekologis sangat tinggi,” harap Fajar Alam.
Dalam skala yang lebih luas, Fajar menerangkan ada temuan fosil ulin Purwajaya di Loa Janan, juga harus dikonservasi. Sangat menarik, satu buah fosil pohon kayu yang masih utuh, panjangnya mencapai 18 meter yang berhasil terukur dan masih belum selesai digali. Fosil inipun sama, belum ada tindakan pemerintah untuk menjaga, terlebi mengkonservasi.
Padahal, beberapa situs termasuk di pintu masuk Stadion Palaran, sudah ditetapkan Pemerintah Kota Samarinda melalui RTRW, sebagai objek wisata geologi. Namun sayang, tidak ada papan nama dan pembatas di situs itu. Semua upaya normatif hanya tertulis dalam dokumen bernama Rencana Tata Ruang Wilayah Samarinda.
“Ada tertulis di RTRW Samarinda sebagai objek wisata geologi di Palaran. Tertulis saja, tapi tidak pernah ada penandanya, baik papan nama, pembatas, atau apapun yang dipasang di Palaran. Itu yang dimaksud adalah jalan masuk Stadion Palaran. Tapi karena tidak sinkron antara yang masuk di RTRW dengan siapa yang menggarap berikutnya karena konsultannya beda-beda, informasi itu tidak diteruskan. Artinya sudah ada upaya normatif dari Pemkot Samarinda untuk mengkonservasi itu, tapi baru sebatas tertulis via rancangan RTRW. Artinya narasinya sudah ada, tapi upaya perlindungan di lapangan belum ada, atau belum tergarap oleh pemerintah daerah apalagi masyarakat,” pungkasnya.
Dikonfirmasi terkait hal ini, Ananta Fathurrozi, Kepala Bappeda Samarinda, menyebut dirinya belum mengetahui isi RTRW yang baru direvisi oleh Dinas PUPR Samarinda, sebagai leading sektornya. Namun, sesuai dokumen RTRW yang lama, Ananta mengakui tidak ada program di situs tersebut.
“Kami lihat nanti di RTRW yang baru, Itu kan masih proses di PUPR, Coba kalau mau langsung ke PUPR, saya belum dapat informasi karena saya kan ditengah-tengah belum sempat baca-baca isinya, inikan masih proses revisi RTRW, jadi masih di PUPR,” kata Ananta.
Ditanya soal, kemungkinan membangun pusat penelitian ekologi, maupun wisata ekologi purbakala di kawasan pintu masuk Stadion Palaran, Ananta Fathurrozi tdak berkomentar banyak.
“Artinya tim yang sekarang ini yang terkait dengan RTRW itu sudah dipindah ke PUPR, karena di PUPR itu ada namanya bidang tata ruang, jadi disitu yang sekarang leading sektornya,” tutupnya. (redaksi Kaltimminutes)