Kaltimminutes.co – Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Herman Khaeron, menyikapi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan pemisahan antara pemilihan legislatif nasional meliputi DPR dan DPD dengan pemilihan legislatif daerah atau DPRD. Ia menyebut putusan itu membuka kemungkinan diperpanjangnya masa jabatan anggota DPRD hingga dua tahun.
Dalam keterangannya kepada wartawan pada Senin (30/6/2025), Herman menyatakan partainya menghormati putusan MK yang bersifat final dan mengikat (final and binding). Namun, ia menegaskan bahwa implikasi dari putusan tersebut harus dipertimbangkan secara serius dalam strategi dan manajemen partai ke depan.
“Saya paham bahwa keputusan MK final and binding, sehingga strategi dan manajemen partai ke depan harus dipersiapkan sesuai keputusan tersebut,” ujar Herman.
Menurut Herman, jika pemilu legislatif daerah dilaksanakan terpisah dari pemilu nasional, maka akan timbul kekosongan jabatan di tingkat DPRD, yang bisa diisi dengan perpanjangan masa jabatan hingga dua tahun. Kondisi ini, lanjutnya, turut berimbas pada masa kepengurusan partai politik yang biasanya berganti setiap lima tahun.
“Memang masih menjadi bahan diskusi, khususnya terkait dengan perpanjangan masa jabatan DPRD selama dua tahun. Kami juga harus menyesuaikan masa periodisasi kepengurusan partai, mengingat adanya dua kali pemilu, pemilu pusat dan pemilu daerah,” jelasnya.
Herman juga menyinggung potensi konsekuensi pembiayaan yang harus ditanggung partai jika pelaksanaan pemilu digelar dua kali. Sosialisasi calon legislatif (caleg) akan lebih kompleks karena tidak ada lagi model tandem atau penggabungan kampanye antara caleg pusat dan daerah.
“Dengan dua kali pemilu, partai harus mempersiapkan berbagai konsekuensi, baik dari sisi pembiayaan maupun strategi sosialisasi caleg. Tidak adanya lagi tandem, serta kemungkinan munculnya keputusan baru lainnya dalam revisi UU Pemilu, menjadi tantangan tersendiri,” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa Partai Demokrat saat ini tengah mengkaji secara internal dampak jangka panjang dari putusan MK tersebut, termasuk kemungkinan perubahan masa kepengurusan partai yang tidak lagi harus berpatokan pada lima tahun.
“Bisa jadi semakin kompleks masalahnya, atau justru lebih simpel. Tentu belum bisa disimpulkan sekarang karena kami masih mendalami dan akan mendiskusikan lebih lanjut keputusan MK ini. Bisa saja periodisasi kepengurusan tidak lagi lima tahun, tapi sedang kami kaji,” ujar Herman.
Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk memisahkan jadwal pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah. Pemisahan tersebut tertuang dalam amar putusan yang dibacakan Ketua MK, Suhartoyo, pada Kamis (26/6/2025).
MK menyatakan bahwa Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, selama tidak dimaknai sebagai pemisahan waktu pemilu nasional dan daerah dengan jeda waktu tertentu.
“Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah, dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan DPR dan DPD atau pelantikan Presiden dan Wakil Presiden,” ujar Suhartoyo.
Putusan ini menandai perubahan signifikan dalam sistem pemilu di Indonesia, sekaligus menuntut penyesuaian besar dari partai-partai politik dalam pengelolaan internal, strategi kampanye, hingga alokasi logistik dan dana pemilu.
(Redaksi)