Kaltimminutes.co – Sejumlah mantan menteri yang pernah duduk di kabinet Presiden Joko Widodo kini berada dalam sorotan tajam publik. Setelah lengser dari jabatannya, nama-nama tersebut satu per satu terseret dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kasus-kasus ini menyangkut dugaan penyimpangan pengadaan barang hingga praktik pemerasan dalam birokrasi. Pemerhati hukum menilai ini sebagai tantangan besar bagi komitmen pemberantasan korupsi di era reformasi pemerintahan Jokowi dengan sebanyak 9 menteri.Berikut rangkuman menteri-menteri yang tersandung kasus korupsi berdasarkan periodisasi pemerintahan:
Era Presiden Gus Dur (1999–2001)
- Achmad Sujudi, Menteri Kesehatan, terlibat kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes). Ia dijatuhi hukuman tiga bulan penjara dan denda Rp100 juta.
Era Presiden Megawati Soekarnoputri (2001–2004)
- Rohmin Dahuri, Menteri Kelautan dan Perikanan, terbukti korupsi dana nonbudgeter di kementeriannya. Ia divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp200 juta.
- Achmad Sujudi kembali tersandung kasus yang sama—pengadaan alkes—dan kali ini dijatuhi vonis empat tahun dan denda Rp200 juta.
- Hari Sabarno, Menteri Dalam Negeri, terseret kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran, dan divonis lima tahun penjara serta denda Rp200 juta.
Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004–2014)
- Bachtiar Chamsyah, Menteri Sosial, terbukti korupsi dalam pengadaan mesin jahit dan impor sapi. Ia dijatuhi vonis 1 tahun 8 bulan penjara serta denda Rp50 juta.
- Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan, divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta karena kasus alkes.
- Andi Mallarangeng, Menteri Pemuda dan Olahraga, terlibat dalam kasus korupsi proyek Hambalang. Ia divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta.
- Suryadharma Ali, Menteri Agama, terseret korupsi dana haji dan dijatuhi enam tahun penjara serta pencabutan hak politik selama lima tahun.
- Jero Wacik, yang menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata sekaligus Menteri ESDM, terbukti menyalahgunakan dana operasional menteri dan melakukan pemerasan. Ia divonis empat tahun penjara dan denda Rp150 juta.
Era Presiden Joko Widodo (2014–2024)
Periode ini mencatat jumlah menteri terbanyak yang tersandung kasus hukum.
- Imam Nahrawi, Menteri Pemuda dan Olahraga, divonis tujuh tahun penjara, denda Rp400 juta, dan uang pengganti Rp18,1 miliar dalam kasus suap dana KONI.
- Idrus Marham, Menteri ESDM, divonis tiga tahun penjara dan denda Rp150 juta karena kasus suap proyek PLTU Riau.
- Edhy Prabowo, Menteri Kelautan dan Perikanan, dijatuhi lima tahun penjara dan denda Rp400 juta atas kasus suap ekspor benih lobster.
- Juliari Batubara, Menteri Sosial, tersandung kasus korupsi dana bansos COVID-19. Ia dijatuhi vonis 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta.
- Johnny G Plate, Menteri Komunikasi dan Informatika, menerima vonis 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar karena kasus korupsi proyek BTS 4G.
- Syahrul Yasin Limpo, Menteri Pertanian, divonis 10 tahun penjara, denda Rp300 juta, dan uang pengganti Rp14 miliar atas gratifikasi dan pemerasan.
- Edward Omar Sharif Hiariej, Wakil Menteri Hukum dan HAM, sempat ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi, namun status tersangkanya dicabut setelah menang praperadilan.
- Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan, saat ini masih menjalani proses persidangan dalam dugaan korupsi impor gula.
- Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, terseret dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook, namun sejauh ini masih berstatus saksi.
Catatan Kritis bagi Pemerintahan Jokowi: Bayang-Bayang Korupsi Pasca Jabatan
Gelombang pengungkapan kasus ini menjadi catatan penting dan serius bagi pemerintahan Jokowi, meskipun sebagian pejabat tersebut telah tidak lagi menjabat. Hal ini menunjukkan bahwa praktik korupsi tidak berhenti hanya karena pergantian posisi, dan justru bisa terungkap lebih jelas setelah masa jabatan berakhir.
Berbagai pihak mendesak KPK dan Kejagung untuk menuntaskan seluruh penyelidikan dengan transparansi dan integritas. Jika tidak, kepercayaan publik terhadap penegakan hukum dan pemerintahan berisiko runtuh.
Pemerintahan ke depan dihadapkan pada tugas berat untuk memastikan tata kelola yang bersih, transparan, dan akuntabel agar sejarah tidak berulang, dan jabatan publik tidak lagi dijadikan ladang penyimpangan.
(Redaksi)