Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example 728x250
Pariwara

IKN Belum Rampung, Harga Nasi Goreng Sudah Melambung: Warga Balikpapan Terjepit Dampak Ekonomi

183
×

IKN Belum Rampung, Harga Nasi Goreng Sudah Melambung: Warga Balikpapan Terjepit Dampak Ekonomi

Sebarkan artikel ini
pembangunan ibu kota nusantara yang terus berjalan (Foto:Ist)

Kaltimminutes.co – Kota Balikpapan, yang digadang sebagai gerbang utama menuju Ibu Kota Nusantara (IKN), kini menghadapi kenyataan pahit. Di tengah gegap gempita pembangunan megaproyek nasional tersebut, harga kebutuhan pokok di kota penyangga ini justru melonjak tajam bahkan sebelum infrastruktur utama rampung.

Fenomena terbaru yang menjadi sorotan warga adalah kenaikan harga makanan harian, terutama nasi goreng, yang kini tembus Rp 18.000 per porsi, bahkan di warung kaki lima. Padahal, makanan ini selama ini menjadi pilihan murah dan cepat bagi masyarakat menengah ke bawah.

“Saya kira paling mahal Rp 15.000, tapi ternyata Rp 18.000. Itu pun hanya nasi goreng biasa dengan telur,” ujar seorang ASN muda yang baru pindah dari Pulau Jawa dan menetap di kawasan Sepinggan, Balikpapan.

Kenaikan harga ini bukan kasus tunggal. Warga mulai merasakan beban ekonomi harian yang meningkat, dari harga minyak goreng hingga sayuran yang kian tak terjangkau. Sementara itu, akses infrastruktur dasar seperti jalan utama ke kawasan IKN, transportasi umum, dan sistem logistik masih dalam tahap pembangunan.

Para pekerja informal, pelajar, hingga pegawai negeri yang tidak langsung terlibat dalam proyek IKN menjadi kelompok yang paling pertama terkena dampak. Tanpa insentif relokasi atau tunjangan proyek, mereka harus bertahan di tengah pengeluaran yang membengkak namun pendapatan tetap.

Fenomena ini dinilai para ekonom sebagai efek limpahan negatif (negative spillover) dari megaproyek IKN yang belum diimbangi dengan kesiapan rantai pasok dan pengendalian harga. Ketika permintaan atas barang dan jasa meningkat, sementara pasokan stagnan dan jalur distribusi masih panjang, maka inflasi lokal menjadi keniscayaan.

Meski Pemerintah Kota Balikpapan telah mencoba melakukan langkah mitigasi seperti operasi pasar dan subsidi terbatas, namun upaya ini dinilai belum menyentuh akar masalah. Yang dibutuhkan adalah perencanaan ulang logistik pangan dan strategi pasok regional.

Misalnya, dengan memberikan insentif kepada petani lokal serta memperpendek rantai distribusi melalui pembangunan pusat logistik pangan modern. Hal ini bisa mengurangi ketergantungan terhadap suplai dari luar Kalimantan yang selama ini menambah beban ongkos distribusi.

Tak hanya itu, muncul pula fenomena spekulasi harga. Banyak pedagang mulai menaikkan harga barang sejak dini karena mengantisipasi masuknya pekerja proyek dan aparat pemerintah pusat ke Balikpapan. Mereka melihat peluang pasar baru, tapi bagi warga lama, ini justru menambah tekanan hidup.

“Kalau dulu nasi goreng itu solusi hemat, sekarang jadi beban,” keluh seorang ibu rumah tangga di Balikpapan Tengah.

Para pengamat memperingatkan bahwa jika kondisi ini terus dibiarkan, Balikpapan bisa mengalami eksklusi ekonomi, di mana warga lokal terpinggirkan oleh logika pasar yang hanya menguntungkan pihak tertentu seperti investor, kontraktor, dan pendatang dengan daya beli tinggi.

Pembangunan IKN seharusnya tidak menjadi proyek eksklusif, tetapi proses kolektif yang adil bagi seluruh rakyat, termasuk kota-kota penyangga. Karena itu, sudah saatnya pemerintah pusat dan daerah duduk bersama menyusun ulang peta dampak ekonomi IKN dan merancang kebijakan nyata untuk menjaga daya beli rakyat selama masa transisi ini.

Jika tidak ada langkah konkret, maka saat gedung-gedung pencakar langit berdiri megah di IKN, yang tersisa di Balikpapan hanyalah cerita tentang harga nasi goreng yang melambung dan warga yang makin sulit bertahan di tanah sendiri.

Pembangunan harus adil. Dan keadilan dimulai dari dapur.

Dilansir dari Kaltimpost

(Redaksi)

Example 300250
Example 120x600