KALTIMMINUTES.CO – Keputusan Kepala Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, untuk mengimbau warga lanjut usia (lansia) dan yang sedang sakit agar mengungsi sementara waktu akibat penggunaan sound system ekstrem dalam acara karnaval, menuai kontroversi luas dan menjadi viral di media sosial.
Imbauan tersebut tertuang dalam surat edaran resmi bertanggal 22 Juli 2025 yang telah beredar luas di berbagai platform, termasuk Instagram. Dalam surat itu, pihak pemerintah desa meminta warga yang tinggal di sekitar jalur karnaval, terutama yang memiliki kondisi kesehatan rentan, seperti lansia dan pasien dalam perawatan, untuk meninggalkan rumah sementara selama acara berlangsung.
Langkah ini diambil menyusul rencana penggunaan sound horeg, sistem pengeras suara berkekuatan tinggi yang dikenal menghasilkan suara sangat keras dan sering kali dinilai mengganggu kenyamanan publik.
Kepala Desa Donowarih, Sugioko, memberikan klarifikasi atas surat tersebut. Ia mengatakan bahwa tujuan dari imbauan tersebut semata-mata demi menjaga kenyamanan dan keselamatan seluruh lapisan masyarakat.
“Kami tidak melarang masyarakat mengadakan kegiatan hiburan. Namun, kami juga punya tanggung jawab melindungi warga yang mungkin terdampak. Maka kami beri opsi mengungsi bagi yang rentan,” jelas Sugioko.
Acara karnaval sendiri dijadwalkan berlangsung selama satu hari, dengan melibatkan berbagai komunitas lokal. Jalan utama di sekitar lokasi juga akan ditutup sementara selama kegiatan berlangsung guna menjamin kelancaran acara dan keselamatan pengunjung.
Namun, langkah pemerintah desa ini justru memicu gelombang kritik dari warganet. Banyak yang menilai keputusan tersebut tidak masuk akal karena justru membiarkan kebisingan terjadi, alih-alih membatasi volume suara yang bisa mengganggu warga.
“FAKTA, ternyata efek sound horeg tidak hanya ke telinga… tapi juga membutakan hati dan pikiran,” tulis akun @heri*** yang menanggapi viralnya surat edaran itu.
Komentar lain pun bermunculan. “Sound horeg iki bencana ta? Kok sampai disuruh ngungsi segala? Harusnya yang dibatasi itu suaranya, bukan manusianya yang disuruh pergi dari rumah sendiri,” protes akun @rova*** dengan nada kesal.
Beberapa netizen menyindir keputusan tersebut dengan nada satir. Seorang pengguna menulis singkat, “Dihhhh,” namun penuh makna.
Fenomena ini kembali memunculkan perdebatan publik soal keberadaan sound horeg, yang tidak hanya dinilai meresahkan, tetapi juga telah mendapat sorotan serius dari sejumlah lembaga resmi. Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan penggunaan sound horeg haram karena mengganggu ketertiban dan mengandung unsur mudarat. Bahkan, Polda Jawa Timur telah mengeluarkan larangan terhadap penggunaan sound horeg dalam kegiatan masyarakat.
Meski demikian, sejumlah warga dan panitia acara masih nekat menggunakan sistem pengeras suara ekstrem dalam perayaan, bahkan dengan mengorbankan kenyamanan kelompok rentan. Kontroversi ini menjadi refleksi atas pentingnya regulasi dan kontrol sosial yang lebih tegas terhadap hiburan massal yang berpotensi menimbulkan gangguan, terutama di ruang publik yang dekat dengan permukiman.
(Redaksi)
















