Scroll untuk baca artikel
Hukrim

Jejak Aliran Dana, Peran Hasto Kristiyanto dalam Skandal Suap Harun Masiku

50
×

Jejak Aliran Dana, Peran Hasto Kristiyanto dalam Skandal Suap Harun Masiku

Sebarkan artikel ini
DITAHAN - Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto. foto: Istimewa

Kaltimminutes.co – Sidang kasus suap Harun Masiku kembali mengungkap fakta baru terkait keterlibatan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025), Hasto disebut menginstruksikan penyerahan uang Rp 400 juta melalui staf pribadinya, Kusnadi.

Example 300x600

Menurut jaksa KPK, pada 16 Desember 2019, Hasto menghubungi kader PDI-P Saeful Bahri untuk membantu pengurusan Harun Masiku agar bisa menjadi anggota DPR RI melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) periode 2019-2024.

Dari total dana Rp 600 juta yang disebut Hasto, Rp 200 juta dialokasikan untuk “penghijauan” kantor PDI-P, sementara Rp 400 juta lainnya diserahkan kepada Donny Tri Istiqomah melalui Kusnadi.

“Mas ini ada perintah Pak Sekjen untuk menyerahkan duit operasional Rp 400 juta ke Pak Saeful,” ujar jaksa KPK menirukan pernyataan Kusnadi saat menyerahkan uang dalam amplop coklat di dalam tas ransel hitam kepada Donny di ruang rapat DPP PDI-P.

Donny kemudian menghubungi Saeful dan memberitahukan bahwa uang tersebut sudah diterima.

Tak lama, Saeful meminta Donny untuk menukar uang itu ke dalam mata uang dollar Singapura sebelum menyerahkannya kepada pihak-pihak yang terlibat dalam upaya memuluskan Harun Masiku.

Skandal ini semakin meluas ketika terungkap bahwa uang tersebut digunakan untuk menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar 57.350 dollar Singapura atau setara dengan Rp 600 juta.

Tujuan suap ini adalah untuk mendapatkan fatwa dari Mahkamah Agung yang akan memuluskan langkah Harun Masiku masuk ke DPR.

Selain Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina juga disebut menerima jatah ratusan juta rupiah dalam skema ini. Namun, operasi ini gagal setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020 yang menjaring Donny, Wahyu, Saeful, dan Tio.

Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Kasus ini kembali membuka tabir gelap politik transaksional dalam perebutan kursi legislatif, yang tidak hanya mencoreng demokrasi, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap partai politik dan penyelenggara pemilu.

(Redaksi)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *