Pariwara

JK Respons Pernyataan Gubernur Sumut: Pengelolaan Bersama 4 Pulau Aceh Potensi Timbulkan Konflik Kewenangan

67
×

JK Respons Pernyataan Gubernur Sumut: Pengelolaan Bersama 4 Pulau Aceh Potensi Timbulkan Konflik Kewenangan

Sebarkan artikel ini
Mantan Wapres RI, Jusuf Kalla (Istimewa)

Kaltimminutes.co – Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla menilai rencana Gubernur Sumut Bobby Nasution untuk mengelola empat pulau bersama Pemerintah Aceh berpotensi menimbulkan persoalan hukum dan kewenangan.

Menurutnya, Indonesia tidak mengenal satu wilayah dikelola dua pemerintah provinsi secara bersamaan.

Rencana Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution untuk mengelola bersama empat pulau yang menjadi polemik dengan Pemerintah Provinsi Aceh mendapat tanggapan kritis dari tokoh nasional Jusuf Kalla (JK).

Mantan Wapres dua periode itu menyebut bahwa secara prinsip tata kelola pemerintahan, tidak dikenal adanya wilayah yang dikelola oleh dua provinsi.

“Setahu saya tidak ada pulau atau daerah yang dikelola bersama. Tidak ada, masa dua bupatinya. Masa dua, bayar pajaknya ke mana?” kata JK saat ditemui di kediamannya di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025).

Empat pulau yang menjadi polemik tersebut adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Keempatnya sempat dinyatakan masuk wilayah Sumut melalui keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), namun secara historis selama ini diklaim sebagai bagian dari Kabupaten Aceh Singkil.

JK mengingatkan bahwa bagi masyarakat Aceh, keberadaan pulau-pulau tersebut bukan sekadar soal administrasi, melainkan juga menyangkut aspek historis dan emosional, terlebih pasca konflik dan perdamaian Aceh yang ditandai dengan penandatanganan MoU Helsinki 2005.

“Bagi Aceh itu harga diri. Kenapa diambil? Dan itu juga masalah kepercayaan ke pusat,” tegas JK.

Ia pun mendorong agar Kemendagri menelaah kembali Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 yang menjadi dasar pembentukan daerah otonomi Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Menurutnya, keputusan menteri tidak dapat mengubah ketentuan dalam undang-undang.

“Walaupun undang-undangnya tidak menyebut pulau itu, tapi secara historis kita tahu,” ujar JK.

Hal senada juga disampaikan oleh Sofyan Djalil, mantan Menteri BUMN dan anggota tim negosiator dalam perjanjian Helsinki. Ia mengingatkan pentingnya menjaga batas wilayah sebagaimana disepakati dalam proses damai antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

“Waktu itu kita sepakati batas wilayah adalah sesuai keadaan pada 1 Juli 1956. Itu sudah ada dalam undang-undang,” kata Sofyan.

Ia khawatir jika permasalahan ini tak diselesaikan secara cermat, bisa memicu ketegangan baru antara dua daerah dan mengganggu semangat perdamaian yang telah lama dibangun.

Sementara itu, Bobby Nasution menyatakan keterbukaannya untuk membahas ulang status kepemilikan pulau tersebut bersama Gubernur Aceh Muzakir Manaf di Kemendagri. Namun ia juga mengusulkan pola pengelolaan bersama jika nantinya hasil kajian tetap menyatakan bahwa pulau-pulau tersebut milik Sumut.

Namun usulan itu dianggap sebagian kalangan berisiko menabrak prinsip satu wilayah satu otoritas. Jika pengelolaan bersama diterapkan tanpa kejelasan yurisdiksi, maka dikhawatirkan tumpang tindih administrasi hingga konflik fiskal tak terhindarkan.

Pakar otonomi daerah mengingatkan bahwa penyelesaian batas wilayah antarprovinsi hanya dapat dilakukan melalui revisi undang-undang, bukan sekadar kesepakatan atau keputusan administratif kementerian.

“Pengelolaan bersama tidak dikenal dalam tata pemerintahan daerah. Ini bisa preseden buruk jika tidak segera diluruskan,” ujar pakar tersebut.

(Redaksi)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *