Kaltimmininutes.co – Di tengah sorotan atas dugaan korupsi proyek pengadaan laptop senilai hampir Rp 10 triliun, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, menegaskan bahwa keputusan memilih Chromebook dalam proyek tersebut sudah melalui kajian teknis yang matang.
Menurutnya, efisiensi anggaran dan fitur keamanan untuk dunia pendidikan menjadi alasan utama.
Nadiem Makarim menegaskan bahwa keputusan pemerintah membeli Chromebook untuk pengadaan laptop tahun 2019-2022 telah melalui proses analisis biaya dan spesifikasi teknis yang ketat.
Dalam jumpa pers di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (10/6/2025), ia menyebut perangkat ini jauh lebih murah daripada laptop dengan sistem operasi lain.
“Kalau spesifikasinya sama, Chromebook itu selalu 10 sampai 30 persen lebih murah. Dan Chrome OS itu gratis, tidak seperti sistem lain yang bisa menambah biaya hingga Rp 2,5 juta per unit,” jelas Nadiem.
Selain aspek efisiensi, Nadiem juga menyoroti keamanan penggunaan perangkat bagi guru dan siswa. Menurutnya, sistem Chromebook memungkinkan kontrol aplikasi yang lebih ketat sehingga sesuai untuk lingkungan belajar.
“Ini bukan soal laptop biasa, tapi perangkat pendidikan. Kontrol atas aplikasi sangat penting demi keamanan anak-anak kita di dunia digital,” tambahnya.
Namun demikian, Kejaksaan Agung saat ini tengah mendalami indikasi korupsi dalam proyek pengadaan tersebut. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyebut rencana pengadaan ini tak relevan saat itu karena uji coba serupa di tahun 2019 dinilai tak efektif.
“Pada 2019 sudah ada uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook dan hasilnya tidak maksimal. Tapi kemudian proyek besar ini tetap dijalankan,” ungkap Harli.
Isu efektivitas penggunaan Chromebook juga disorot oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). Mereka mempertanyakan relevansi spesifikasi perangkat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) yang jadi target distribusi.
“Chromebook bergantung pada koneksi internet, padahal jaringan di banyak daerah masih buruk. Ini menunjukkan ketidaksesuaian kebijakan dengan realitas lapangan,” ujar peneliti ICW dalam keterangan sebelumnya.
Kejagung diketahui telah memanggil sejumlah pihak, termasuk staf khusus Nadiem, untuk menggali lebih jauh potensi pelanggaran dalam proyek ini. Hingga kini, penyidikan terus berlangsung.
(Redaksi)