Kaltimminutes.co – Di tengah badai ketidakpastian ekonomi global akibat kebijakan tarif tinggi yang dipicu Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, ekonom senior Chatib Basri justru melihat peluang. Ia menyebut krisis bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, tapi dimanfaatkan untuk melakukan reformasi struktural.
Ketegangan ekonomi internasional kembali memuncak setelah Presiden AS, Donald Trump, mengenakan tarif dasar 10% untuk seluruh mitra dagang, termasuk tarif tinggi hingga 145% bagi China dan 32% bagi Indonesia. Langkah ini memicu kekhawatiran pasar global dan menekan prospek ekonomi negara berkembang.
Namun, mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menyarankan agar Indonesia tidak terpaku pada dampak negatif. Dalam diskusi yang digelar The Yudhoyono Institute, Chatib mengingatkan bahwa masa-masa sulit seperti ini justru merupakan momen yang ideal untuk melakukan reformasi berani.
“Bad times make good policy,” ujar Chatib. “Jangan sia-siakan krisis. Dulu di era 1980-an, kita lakukan devaluasi dan deregulasi besar-besaran. Hasilnya bisa dirasakan dalam efisiensi ekonomi dan daya saing kita saat itu.”
Ia juga menilai langkah Presiden Prabowo Subianto yang mulai mengarah pada deregulasi dan pemberdayaan industri dalam negeri adalah langkah awal yang tepat. Kebijakan seperti peningkatan TKDN dan pembatasan kuota impor dinilai dapat memperkuat basis industri nasional.
Tak hanya itu, Chatib menekankan pentingnya menjaga konsumsi masyarakat. Dalam konteks pemulihan, belanja masyarakat menjadi faktor kunci.
“Kalau masyarakat spending, permintaan naik, industri bergerak, tenaga kerja terserap. Maka, kebijakan fiskal harus agresif dalam menciptakan dorongan itu,” katanya.
Bagi Chatib, Indonesia tidak boleh hanya bersikap reaktif terhadap dinamika global. Justru saat krisis inilah, keputusan strategis harus diambil untuk mengurangi ketergantungan pada pasar luar dan memperkuat struktur ekonomi nasional.
(Redaksi)