Kaltimminutes.co, Samarinda – Keluhan warga di Desa Suko Mulyo, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur tentang maraknya aktivitas pertambangan ilegal, akhirnya mendapat respon dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Kemko Polhukam RI) pada Senin (2/1/2023) kemarin.
Sebagaimana yang diketahui, surat Kemko Polhukam RI bernomor B-3/KM 00.01/2023 bersifat segera perihal menindak lanjuti pengaduan masyarakat ditujukan kepada Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan.
Surat itu bertujuan agak Balai Gakkum segera menindaklanjuti keluhan warga Desa Suko Mulyo terkait marakanya aktivitas pertambangan ilegal yang mendekati pemukiman warga.
Menanggapi surat Kemko Polhukam RI itu, Herdiansyah Hamzah alias Castro selaku pengamat hukum di Samarinda menegaskan hal itu adalah pelecut agar Balai Gakkum segera melakukan tindak lanjut.
“Surat kementerian polhukam ini mestinya jadi pelecut agar gakkum serius untuk menangani kejahatan tambang ilegal ini,” ucap Castro saat dikonfirmasi, Sabtu (28/1/2023).
Sebagaimana yang telah diberitakan sejak 2022 kemarin, kalau penambangan batu bara ilegal di Desa Suko Mulyo itu telah berjalan setahun itu telah dilaporkan ke berbagai pihak, tetapi belum ada tindakan tegas.
Padahal penambangan ”emas hitam” itu hanya berjarak sekitar 30 kilometer dari titik nol ibu kota negara Nusantara.
Terakhir, Kepala Desa Suko Mulyo sampai bersurat ke Presiden Joko Widodo pada 1 September 2022. Itu adalah surat sekaligus laporan yang dibuat setelah berulang kali warga membuat laporan ke kepolisian dan dinas terkait lain di Kaltim, tetapi belum ada tindakan.
Warganya merasa resah lantaran truk pengangkut batubara setiap hari lalu-lalang di jalan desa.
“Kalau kegiatan tambang ilegal di Desa Suko Mulyo, PPU, kilometer 43, dan lainnya terus berlanjut, berarti Balai Gakkum KLHK abai dan tidak mengindahkan surat itu. Artinya, Balai Gakkum KLHK yang perlu diperiksa, jangan-jangan punya muatan konflik kepentingan yang membuatnya ogah bersikap tegas terhadap pelaku tambang ilegal,” tegasnya.
Selain itu, dalam surat Kemko Polhukam RI juga menyebutkan kalau setelah Balai Gakkum KLHK wilayah Kalimantan melakukan tindak lanjut maka harus segera dilaporkan kembali kepada Menko Polhukam terkait hasil penyelidikan lapangan.
“Karena surat Kementerian Polhukam ke Balai Gakkum KLHK itu pertanda proses penegakan hukum terhadap aktivitas tambang ilegal dalam kawasan hutan, selama ini tumpul. Balai Gakkum seolah bersikap permisif terhadap tambang ilegal ini, dikarenakan terus membiarkan kejahatan ini terus berlangsung,” pungkas Castro.
(*)