Kaltimminutes.co, Samarinda – Sejumlah 130 sertifikat tanah menjadi target Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara diterbitkan hingga tahun 2024 mendatang.
Seratus lebih sertifikat tersebut akan diterbitkan BPN di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia.
Rinciannya, 30 ribu sertifikat dibiayai oleh APBN, sementara World Bank membantu penerbitan 100 ribu sertifikat.
Asnaedi, Kepala BPN Kaltimtara, saat agenda konsultasi publik program percepatan agraria, menyebut sertifikat ini selain menjaga kedaulatan Indonesia di perbatasan juga menjamin hak masyarakat terhadap tanah tersebut.
“Saat ini baru 47 persen sudah sertifikasi lahan dan masih 53 persen yang belum untuk Kaltimtara. Jadi, kita rencanakan selesai 100 persen tahun 2024,” katanya, dikonfirmasi Kamis (20/2/2020).
Rencana sertifikasi 130 tanah ini menarget masyarakat di daerah pedalaman Kaltim, hingga daerah perbatasan. Tidak hanya urusan tanah, program pemerintah yang dibiayai oleh World Bank ini juga dalam hal pemberdayaan masyarakat dan penyediaan fasilitas usaha.
“Kami mengutamakan partisipasi masyarakat di pinggiran hutan untuk sertifikasi tanah. Nanti ada pemberdayaan juga masyarakat berupa pembinaan bagaimana mereka berdagang dan menyediakan fasilitas,” ujarnya.
Meski tidak ada beban biaya untuk sertifikat tanah, kendala juga dihadapi BPN Kaltimtara dalam mengejar target penerbitan sertifikat tersebut. Salah satunya menurut Asnaedi, dalam proses pengukuran lahan. Pemilik lahan yang tidak ada di tempat, membuat petugas BPN kesulitan dalam melakukan pengukuran dan memproses sertifikat.
“Pemilik tanah tidak ada di tempat, jadi tanahnya ada. Pemerintah tahu kalau itu tanah siapa, tapi orangnya tidak ada. Nah, ini kita agak sulit untuk mendatanya, tapi kami tetap lakukan pengukuran tapi belum terbitkan sertifikat, sambil nunggu yang punya,” paparnya.
Sementara itu, Hadi Mulyadi, Wakil Gubernur Kaltim, berharap seluruh tanah di Bumi Etam dapat di sertifikasi 100 persen. Saat ini Kaltim, secara keseluruhan baru 47 persen yang tersertifikasi.
Salah satu kendala yang dihadapi juga banyak tanah di Kaltim, yang tumpang tindih dan tidak jelas sertifikatnya.
“Ini usaha luar biasa, karena banyak tanah yang tumpang tindih, bahkan ada yang sertifikatnya ada tanahnya tidak jelas. Mungkin dulu masalah pendataan tanah belum rapi, sekarang kita gunakan data geospasial bisa dirapikan. Harapan kita. 2025 selesai,” pungkasnya. (rkm//)