Kaltimminutes.co, Samarinda – Tinggal menghitung hari, DPD Golkar Kaltim akan menggelar Musyawarah Daerah (Musda), pada tanggal 2-4 Maret 2020, di Hotel Selyca Mulia Samarinda.
Tiga nama figur muncul sebagai bakal calon Ketua DPD Golkar Kaltim, yakni Makmur HAPK, Rudi Masud, dan Isran Noor.
Isran Noor, diketahui terganjal sedikitnya dua aturan partai bila tetap ingin melenggang di Musda Golkar. Ganjalan tersebut antara lain, secara terus menerus menjadi anggota Partai Golkar minimal selama 5 tahun dan tidak pernah menjadi anggota partai lain, dan sebagai kader sekurang-kurangnya lima tahun.
Jauhar Barlian, pengamat politik asal Universitas Mulawarman, turut menanggapi fenomena politik di partai pemenang Pileg Kaltim 2019 lalu ini.
Jauhar menerangkan, Golkar sebagai partai besar di Bumi Etam telah memiliki AD/ART dan syarat pencalonan yang jelas. Tentunya, Golkar akan patuh terhadap aturan pencalonan itu. Terkait peluang Isran Noor yang diketahui bukan kader Golkar, Jauhar menyebut perlu ada perubahan tata cara pemilihan atau melalui diskresi.
Sebelum menentukan siapa ketua yang menduduki kursi pengganti Rita Widyasari, Golkar terlebih dahulu harus menentukan arah politiknya. Golkar yang diketahui selalu ingin berada di pemerintahan akan membukakan jalan lebar untuk Isran Noor.
“Kalau Golkar ingin ada di pemerintahan, tentu bagaimanapun caranya akan dibuatkan jalan untuk Pak Isran. Karena karakter Golkar yang memang ingin selalu ada di pemerintahan,” kata Jauhar.
Selain itu, bila partai berlambang pohon beringin ini ingin melanjutkan kader partai di pucuk pimpinan, terlebih mengusung figur senior, maka nama Makmur HAPK jadi pilihan. Sementara, ketika Golkar menghendaki adanya perubahan besar di tubuh partai, pertimbangan regenerasi harus dilakukan. Hal tersebut tentunya dengan menjadikan orang muda sebagai ketua partai, nama Rudi Masud menjadi pilihan terbaik.
“Kalau kita bicara tentang Rudi Masud, ini akan berbicara tentang bagaimana Golkar ke depan dengan orang muda. Pertimbangan regenerasi, pertimbangan orang-orang muda di Golkar, tentu Rudi Masud tidak bisa dikesampingkan,” jelasnya.
Jauhar menambahkan, kader-kader dari internal partai pasti mempertimbangkan berbagai hal dari figur-figur calon ketua yang muncul. Seperti halnya Isran Noor, yang dikenal sebagai “politisi loncat pagar”.
Diketahui, Isran Noor pernah menjadi kader Demokrat. Tidak berselang lama, Isran secara mengejutkan menjadi Ketua DPP PKPI. Padahal, Golkar selalu berbicara tentang loyalitas partai. Istilah “politisi loncat pagar” inilah yang juga bakal menjadi batu sandungan Gubernur Kaltim ini.
“Pak Isran kita kenal sebagai “politisi loncat pagar”. Pernah PKPI, pernah Demokrat. Ke depan kalau kita mau melihat ini, Golkar itu kan selalu berbicara tentang loyalitas partai,” bebernya.
“Termasuk kader Golkar juga harus mempertimbangkan elektabilitas partai yang pernah dipimpin oleh Isran Noor. Apakah PKPI yang kemudian harus hilang ketika Pak Isran jadi ketua DPP nya, atau bagaimana kekuatan Demokrat ketika Pak Isran ada di situ,” sambungnya.
Golkar menurut akademisi dari Universitas Mulawarman ini tidak pernah kehabisan figur. Hanya saja, bahwa kepercayaan diri dari kader yang sudah lama di Golkar agak berkurang. Terbukti dengan sepak terjang partai ini menurun beberapa tahun terakhir. Bahkan, hingga kini Golkar belum diketahui arah dukungannya di pilkada serentak 2020.
“Bila Pak Makmur yang disorong, maka Pak Makmur harusnya menjadi simbol untuk menggerakkan kembali kader internal untuk kembali bergairah dalam berpolitik. Atau ke Pak Rudi Masud, bila menginginkan kaderisasi dan orang-orang muda bagi Golkar. Pertanyaannya, apakah Golkar ingin seperti ini saja atau Golkar ingin mencetak politisi-politisi muda yang handal,” pungkasnya. (rkm//)