Kaltimminutes.co, Samarinda – Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pokja 30, Buyung Marajo angkat bicara soal kucuran dana sebesar Rp 340 miliar yang diberikan Pemerintah Provinsi Kaltim kepada Pemerintah Kota Samarinda untuk menanggulangi banjir.
Masalah banjir yang masih juga belum selesai hingga kini memang menimbulkan banyak pertanyaan bagi masyarakat di Samarinda.
Nantinya, dana tersebut dialokasikan untuk membiayai proyek penanggulangan banjir, yakni pembangunan drainase di sejumlah titik dan membiayai sejumlah kegiatan normalisasi sungai.
Buyung sebut Pemkot Samarinda tidak serius. Pasalnya, skema yang direncanakan oleh pemkot untuk mengatasi titik banjir di Samarinda selama ini belum menjadi jawaban publik.
Beberapa poin yang disampaikan Buyung, salah satunya ialah banjir bukan hanya permasalahan drainase saja. Asal muasal banjir harus diurus dari hulu sampai ke hilir, sedang pemkot dianggap hanya memprioritaskan masalah banjir di hilir saja.
“Artinya ngurus banjir tidak serius, tidak melihat dasar persoalan. Pokoknya urusin drainase, lempar ke kontraktor dan silahkan dibangun, urusan air ya belakangan. Uang habis dan orientasinya tetap proyek,” kata Buyung di Samarinda, Rabu (29/1/2020).
Pekerjaan drainase, menurut Buyung, tidak diikuti dengan persoalan tata kota yang ada di hulu, seperti perizinan, parit-parit dan daerah resapan air yang berubah menjadi bangunan. Hal inilah yang membuat seolah banjir dikarenakan drainase yang tersumbat.
“Persoalan inilah yang harus diselesaikan. Infrastruktur mau cepat tapi tidak berkelanjutan, kami anggapnya enggak serius ditangani, perizinan dan tata kota ini yang harus dibenahi,” tuturnya.
Selain itu, ada pembangunan yang tidak penting menjadi prioritas utama untuk dikerjakan. Disampaikan Buyung, justru hal yang sangat mempengaruhi adalah kurangnya ruang terbuka hijau yang ada di Samarinda.
“Mestinya harus ada ruang terbuka hijau, sekarang kan makin berkurang, datanya cuma 0,9 persen saja. Menurut aturan itu setiap kabupaten kota menyiapkan 30 persen untuk ruang terbuka hijau. Belum lagi masyarakat yang diberikan akses untuk mendirikan bangunan di sepadan sungai,” jelasnya. (irw//)