Kaltimminutes.co, Samarinda – Musyawarah Daerah Partai Golongan Karya (Golkar) Kaltim yang ke-X bakal digelar dua hari lagi. Saat ini sudah ada beberapa nama yang terhitung cukup kuat maju sebagai calon Ketua Umum (Ketum) Golkar Kaltim, di antaranya Isran Noor, Makmur HAPK dan Rudy Mas’ud.
Terkait hal itu, sebelumnya Steering Commite Musda Golkar Kaltim mengatakan bahwa ada aturan Juklak baru yang belum lama dirilis oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar, yaitu Juklak 02 Tahun 2020 yang di mana diskresi dihapus. Artinya, dengan adanya penghapusan diskresi, maka calon Ketum Golkar Kaltim harus dari kader partai Golkar itu sendiri.
Berhubungan hal tersebut, Pengamat Dosen Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah mengatakan bahwa setiap partai memiliki regulasi, seperti halnya soal diskresi dihapus atau tidak. Terlepas dari hal itu, disebutkan ada faktor sosiologis dan historis yang mesti dilihat sehingga partai masih dapat dikatakan ideal.
Kata Castro- sapaannya, bahwa kalau proses kaderisasi partai Golkar bagus, tentu dalam hal pergantian kepemimpinan akan digantikan oleh kader partai Golkar itu sendiri bukan diisi oleh nonkader.
“Setiap orang punya hak mencalonkan diri di partai politik. Soal kader nonkader itu adalah kebijakan partai politiknya, tapi idealnya mestinya itu didasari pada mereka-mereka yang memang punya tradisi dan historis sama partainya, sudah lama bersenyawa dengan masyarakat dengan jubah partainya. Kemudian sudah lama beraktivitas dengan partainya,” kata Castro saat dikonfirmasi via telepon, Senin (2/3/2020).
Dia mengatakan, akan menjadi lucu ketika ketua partai itu adalah orang yang tidak pernah mempunyai peran dalam partai secara historis, yang hanya tiba-tiba datang langsung jadi calon Ketum partai.
“Seharusnya yang menjadi pemimpin, dia adalah yang sudah punya sejarah dalam partainya. Ini menjadi lucu kalau orang baru yang tidak punya irisan sejarah dalam partai tiba-tiba masuk dan menguasai partainya. Demokrasi di internal partai kan rata-rata begitu, bahwa tradisi partai sekarang lagi sakit, tidak hanya Golkar,” ucap Castro.
Dikatakan sakit, katanya, pasalnya hampir rata-rata proses pergantian kepemimpinan di dalam partai belakangan ini ditentukan oleh seberapa besar modal yang dimiliki calon bukan lagi pada seberapa bagus ide dan gagasannya para calon. Kata Castro maka ini menjadi tantangan bagi Golkar Kaltim jelang pergantian ketum partai.
“Justru itu menjadi pertarungan Golkar hari ini. Kalau Golkar mau berbenah mestinya golkar memilih pemimpin terutama di Kaltim yang berdasarkan ide dan gagasan,” ungkapnya.
Selain itu, Castro mengatakan, seharusnya kalau proses kaderisasi partai itu baik dan berkualitas maka proses pergantian kepemimpinan atau pengisian pemimpin diisi oleh kader partai itu sendiri.
“Kalau ada nonkader maju lalu memenangkan pertarungan berarti proses rekrutmen dan kaderisasinya gagal,” tutupnya. (rkm//)