Politik

Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah, Pilkada Berikutnya Terancam Mundur ke 2031

33
×

Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah, Pilkada Berikutnya Terancam Mundur ke 2031

Sebarkan artikel ini
Pemilu dan Pilkada Mendatang Berencana dilakukan terpisah (Ist)

Kaltimminutes.co – Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan penting terkait pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah. Melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK memerintahkan agar pemilu legislatif daerah (DPRD) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak lagi diselenggarakan bersamaan dengan pemilu nasional.

Putusan tersebut menyatakan bahwa pemilu tingkat daerah hanya dapat digelar paling cepat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan setelah berakhirnya tahapan pemilu nasional. Dengan pemilu nasional dijadwalkan berlangsung pada 2029, maka pemilu lokal baru bisa dilaksanakan antara tahun 2031 hingga pertengahan 2032.

Masa Transisi Jadi Sorotan

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menekankan bahwa pemilu 2029 akan menjadi masa transisi penting, terutama bagi kepala daerah yang terpilih dalam Pilkada 27 November 2024 serta anggota DPRD hasil pemilu legislatif Februari 2024.

MK menyebut bahwa implementasi pemisahan jadwal pemilu ini memerlukan rekayasa konstitusional (constitutional engineering) oleh pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan pemerintah. Ini terutama terkait dengan masa jabatan para pejabat di tingkat daerah agar tetap sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan keberlanjutan pemerintahan.

“Dengan melakukan rekayasa konstitusional berkenaan dengan masa jabatan anggota DPRD, gubernur, bupati, dan wali kota, maka norma peralihan atau transisional perlu diatur lebih lanjut,” bunyi pertimbangan MK dalam putusannya.

Pemilu Lokal Baru Setelah Pelantikan Nasional

MK menetapkan bahwa penghitungan waktu dua tahun (hingga maksimal dua tahun enam bulan) dimulai sejak tahapan pemilu nasional benar-benar selesai, yakni saat pelantikan anggota DPR dan DPD, serta presiden dan wakil presiden.

Majelis hakim menyatakan bahwa pemisahan ini bertujuan mencegah beban berlebihan dalam satu tahun yang sama, baik bagi penyelenggara pemilu maupun pemilih.

Menurut MK, pelaksanaan pemilu nasional dan lokal dalam waktu berdekatan menyebabkan kelelahan politik, mengganggu konsentrasi pemilih, serta memperlemah proses kaderisasi partai politik.

“Penyelenggaraan pemilu lokal dan nasional yang berdekatan waktu telah menimbulkan berbagai permasalahan, termasuk membebani pemilih dengan banyaknya surat suara,” bunyi pertimbangan hukum MK.

DPR: Butuh Aturan Transisi

Merespons putusan tersebut, Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan bahwa keputusan MK akan menjadi perhatian utama dalam penyusunan revisi Undang-Undang Pemilu.

Menurutnya, pemilu nasional pada 2029 dan pemilu lokal yang mundur ke 2031 akan menimbulkan kekosongan masa jabatan di daerah, yang membutuhkan aturan transisi yang jelas dan konstitusional.

“Jeda waktu 2029 hingga 2031 harus diatur. Untuk jabatan eksekutif bisa diisi pejabat sementara. Tapi jabatan legislatif seperti anggota DPRD? Satu-satunya jalan adalah memperpanjang masa jabatannya,” jelas Rifqinizamy di Jakarta, Kamis (26/6).

Ia mengatakan, mekanisme transisi tersebut akan menjadi bagian dari dinamika pembahasan revisi UU Pemilu. Komisi II DPR saat ini masih menunggu arahan resmi dari pimpinan DPR untuk memulai pembahasan RUU tersebut.

Pemilu Nasional dan Daerah Resmi Dipisah

Dengan putusan MK ini, struktur pelaksanaan pemilu akan berubah signifikan. Pemilu nasional yang terdiri atas pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden akan diselenggarakan lebih dulu, sementara pemilu daerah yang meliputi anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta kepala dan wakil kepala daerah baru bisa dilaksanakan paling cepat dua tahun setelahnya.

Perubahan besar ini dipandang sebagai langkah untuk memperkuat konsolidasi demokrasi, namun juga menimbulkan tantangan serius dalam hal teknis pelaksanaan dan transisi kekuasaan di daerah.

(Redaksi)

Example 300250
Example 120x600