Kaltimminutes.co, Samarinda – Perdebatan antara masyarakat Kutai Timur melalui Forum Perjuangan Pemberdayaan Masyarakat Kutai Timur (FPPMKT) dengan PT. Kaltim Prima Coal (PT KPC) berujung dengan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPRD Kaltim.
Kedua pihak bertemu dalam satu forum yang difasilitasi komisi III, Senin (3/2/2020) siang di ruang rapat gedung E, komplek kantor DPRD Kaltim.
Dalam pertemuan ini perwakilan FPPMKT mengeluhkan minimnya kontribusi PT. KPC kepada masyarakat Kutai Timur.
“Ada perhatian, tapi tidak memadai. KPC kan perusahaan besar, harusnya memiliki efek yang besar juga buat masyarakat. Bisa dicek tidak ada pengusaha lokal disana yang besar, semua didatangkan dari luar Kutim yang menikmati,” tutur Herlan Mapatitti, sekretaris FPPMKT.
Herlan menambahkan, permintaan masyarakat dianggap rasional mengingat banyak dampak yang ditimbulkan akibat operasional perusahaan di daerah mereka.
“Produksi mereka besar, alat berat hulu hilir, kita cuma dapat debunya, dampaknya. Tidak pernah diberikan pekerjaan kami-kami masyarakat disana. Kita ini perlu dibina, tapi perusahaan tidak pernah ajak bicara,” tambah Herlan.
Herlan mengambil contoh kecil terkait limbah yang dihasilkan perusahaan, tidak pernah diijinkan untuk dikelola masyarakat.
“Limbah aja kita minta tidak dikasih, apalagi yang pokok, kan tidak manusiawi. Contoh kecil tunggul-tinggul pohon Ulin itu kan bertumpuk tidak dimanfaatkan, tapi tidak pernah dikasih. Maksud kami, cukuplah perusahaan ambil batubaranya yang besar itu, ambil untung banyak, yang kecil-kecil berikan ke masyarakat,” jelas Herlan.
Dikonfirmasi terkait ini, Manajemen PT. KPC yang dihadiri langsung Wawan Setiawan, General Manager External Affairs and Sustainable Development PT. KPC membantah pernyataan warga.
Pihak perusahaan mengaku telah membangun kemitraan dengan masyarakat Kutai Timur.
“Kita telah lakukan kewajiban perusahaan disana. Terkait bentuk-bentuk pekerjaan, ya silakan mengikuti mekanisme yang ada, lelang dan sebagainya. Kan semua tertera dalam peraturan,” tutur Wawan Setiawan.
Terkait limbah yang dimaksud warga, Wawan menyebut kepemilikan negara, jadi harus melalui mekanisme.
“Yang dimaksud limbah itu berstatus milik negara sesuai ketentuan, ada mekanismenya untuk pengelolaan, silakan ikutin aturan mainnya,” lanjut Wawan.
Dari hasil pertemuan ini, komisi III DPRD Kaltim akan membawa persoalan ini ke Kementrian ESDM guna melihat kejelasannya. Rencananya agenda akan digelar pada 21 Februari mendatang.
“Ada titik terang, nanti kita akan bawa ke pusat (Kemen ESDM). Keputusannya bagaimana, ya kita lihat nanti hasil pertemuan kita di Jakarta,” pungkas Hasan Mas’ud, ketua Komisi III DPRD Kaltim. (rkm//)