Scroll untuk baca artikel
Ragam

Rektor Unmul Sambut Positif Rencana Kampus Merdeka Ala Nadiem Makarim

95
×

Rektor Unmul Sambut Positif Rencana Kampus Merdeka Ala Nadiem Makarim

Sebarkan artikel ini

Kaltimminutes.co, Samarinda – Wacana Kampus Merdeka yang dipaparkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim beberapa waktu lalu menuai berbagai opini dan tanggapan, baik dari birokrasi kampus, mahasiswa, pemerintahan di daerah serta masyarakat luas.

Setidaknya ada 4 poin utama kebijakan kampus merdeka ala Menteri Nadiem.

Example 300x600

Pertama, birokrasi kampus diberikan hak otonomi untuk mengatur kebijakan jurusan yang ada, termasuk membuka prodi baru. Kedua, sistem re-akreditasi perguruan tinggi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela untuk prodi yang sudah siap naik peringkat.

Kemudian yang ketiga, mempermudah perguruan tinggi yang berstatus Satuan Kerja (Satker) dan Badan Layanan Umum (BLU) untuk diangkat menjadi perguruan tinggi dengan Badan Hukum (PTN-BH). Terakhir yang keempat, mahasiswa dibebaskan untuk mempelajari di luar kelas disiplin ilmu yang diambil, seperti magang, praktik kerja, mengajar di sekolah pedalaman, melakukan riset yang didampingi dosen ataupun membantu penelitian mahasiswa S2 dan S3.

Rektor Universitas Mulawarman (Unmul), Masjaya, menyambut wacana ini dengan respon positif. Pun diakuinya, hal itu sudah disampaikan oleh Nadiem kepada beberapa guru besar yang tersebar di nusantara.

“Saya pikir dari sisi kepentingan siap pakainya sangat tepat cuma yang menjalankan itu harus dirumuskan bersama,” ujar Masjaya saat ditemui di ruangannya, Rabu (5/2/2020).

Sebagai institusi negara, Unmul berada dibawah pimpinan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Oleh karena itu, birokrasi tentu akan mengambil langkah-langkah untuk mengikuti kebijakan yang ada.

Menurut pemahaman rektor dua periode itu, prinsip dasar kampus merdeka bukan berarti memerdekakan atau seluruh aktivitas mahasiswa dilakukan bebas, tapi lebih kepada multi effect yang akan dihasilkan mahasiswa ketika selesai berkuliah di kampus.

“Merdeka bukan berarti bebas melakukan apapun, tapi bagaimana pemahaman mahasiswa setelah selesai itu bisa menjadi masyarakat atau alumni yang mampu menciptakan lapangan kerja dan mampu bekerja dengan maksimal dengan ilmu yang dimiliki,” tuturnya.

Membuka Prodi Baru

Salah satu poin yang dilahirkan kampus merdeka yakni memberikan kewenangan kampus untuk mendirikan program studi (Prodi) baru. Hal ini berlaku tidak kepada semua kampus, hanya Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) penyandang akreditasi A atau B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities.

Dikatakan Masjaya, dengan adanya program kerjasama antar perguruan tinggi dalam dan luar negeri ini, akan menguntungkan di beberapa sektor, terutama dalam mendidik mahasiswa maupun timbal balik kepada universitas.

“Mahasiswa bisa mengambil beberapa disiplin ilmu dengan kemajuan yang dimiliki oleh universitas lain untuk kepentingan masyarakat, saya sangat setuju itu, sisa nanti akan kita tawarkan ke mahasiswa dan kita akan kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi yang memungkinkan,” ucapnya.

Mengubah status Satker dan BLU menjadi PTN-BH

Menariknya, tidak semua kalangan menganggap kampus merdeka ini positif.

Sebagai contoh, ketika PTN yang menyandang status Satker dan BLU dirubah menjadi PTN-BH akan membuka celah kapitalisasi birokrasi kampus, sehingga timbul anggapan uang kuliah tunggal (UKT) mahasiswa yang akan melambung tinggi. Namun, optimisme Nadiem untuk memastikan sebanyak mungkin PTN berada di status Badan Hukum masih memiliki kans yang baik, dengan tujuan meraih kompetisi panggung dunia bagi universitas yang ada di bumi pertiwi.

Pada poin ini, Masjaya membantah bakal akan terjadi sistem kapitalis untuk membebankan mahasiswa. Justru dengan berkembangnya perguruan tinggi menjadi badan hukum akan membuat perguruan tinggi itu menjadi dewasa, terutama dalam hal mengatur kebijakan.

Bukan berarti begitu pindah akan membebani, sebab pendidikan, disebut Masjaya, harus sejalan dengan kemampuan masyarakat menerima, tidak diukur berapa sumbangsih kepada perguruan tinggi tetapi bagaimana pelayanan dan hasil yang dikeluarkan perguruan tinggi diberikan secara maksimal. Ketika mahasiswa telah berstatus alumni dan memiliki pekerjaan yang tepat maka hal itu bukan lagi menjadi persoalan uang.

“Masyarakat mau dan rela membayar karena pelayanan dan hasilnya setelah lulus bagus. Yang repot itu kalau pembayarannya mahal, pelayanannya kurang, ketika lulus tidak bisa berbuat apa-apa, pasti anggapan orientasinya duit. Tapi kalau menghasilkan yang terbaik, lulus berprestasi dan mempekerjakan orang, pasti tidak akan dihitung duit yang dikeluarkan selama ini, jadi tidak semata-mata kapitalis,” terangnya.

Peluang kerjasama antara perguruan tinggi dengan perusahaan

Pemberian 3 semester kepada mahasiswa untuk melakukan magang di perusahaan dianggap akan menghasilkan mutualisme antar kedua pihak. Bekerjasama dengan perguruan tinggi, mahasiswa akan mendapatkan skill ilmu praktik dalam menjalankan produksi di perusahaan. Begitu juga perusahaan, dengan adanya penambahan pekerja, tentu produksi akan semakin bertambah cepat.

Menanggapi ini, Masjaya berharap akan memunculkan kemandirian mahasiswa dalam memperoleh ilmu agar setelah dinyatakan lulus nanti akan memberikan efek yang tidak hanya dirasakan diri sendiri tapi juga kepada masyarakat luas.

“Kami berharap mahasiswa bisa bikin usaha sendiri dan mempekerjakan orang lain, sehingga multi effect dari magang itu semakin ia tularkan ke yang lain, banyak manfaat yang bisa dinikmati tidak hanya sekedar magang. Jadi kami juga mau dari program mas menteri ini tidak sebatas program yang biasa tapi bermanfaat untuk mahasiswa semua,” katanya.

Terbentuknya regulasi baru

Dari semua ulasan tersebut pada akhirnya ketika kebijakan kampus merdeka disetujui dan diterapkan maka akan membentuk regulasi baru yang akan dijalankan oleh perguruan tinggi. Namun, butuh penyesuaian dan alur yang jelas sehingga tidak menimbulkan masalah baru yang akan membingungkan birokrasi, tenaga pendidik maupun mahasiswa.

“Pasti ada perubahan regulasi, karena kita selama ini SKS yang diambil dan ruang belajar dikelas itu sudah jelas 7-8 semester, sedangkan yang disampaikan mas menteri cuma sampai 5 semester setelah itu 3 semester magang, nanti akan kita coba buat regulasinya. Ketika mahasiswa yang baru masuk nanti bisa mengetahui regulasi baru yang akan diterapkan kampus. Setelah itu di  internal kampus antar prodi belajar jurusan lain atau bisa bermitra keluar belajar di universitas lain mau di dalam maupun luar negeri,” tutup Masjaya. (rkm//)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *