Kaltimminutes.co – Di balik skandal korupsi jaminan reklamasi senilai miliaran rupiah, terbuka pula luka lama yang belum sembuh. Kematian tragis seorang anak di lubang bekas tambang milik CV Arjuna.
Kejadian yang berlangsung di Kelurahan Makroman, Kecamatan Sambutan, Samarinda pada 31 Oktober 2021 itu, kini menjadi sorotan kembali setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur membuka penyidikan menyeluruh atas kasus ini.
“Ini bukan hanya soal uang negara yang raib, tapi soal nyawa manusia. Karena void itu tak direklamasi, seorang anak meninggal di sana,” ungkap Kepala Seksi Penyidikan Aspidsus Kejati Kaltim, Indra Rifani, Selasa (20/5/2025).
Menurut Indra, lokasi konsesi tambang CV Arjuna menyisakan setidaknya delapan lubang tambang (void) yang belum ditutup atau direhabilitasi. Lubang-lubang ini tak hanya menjadi simbol kehancuran lingkungan, tapi juga potensi ancaman maut bagi masyarakat sekitar.
Kematian seorang anak akibat tenggelam di lubang tambang milik CV Arjuna bukan satu-satunya cerita pilu di Kalimantan Timur. Namun, kasus ini mencuat kembali karena perusahaan tersebut juga terlibat dalam penyelewengan jaminan reklamasi (jamrek) sebesar Rp13 miliar serta menyebabkan kerugian lingkungan sebesar Rp58,5 miliar.
“Kita tidak bisa abaikan dampak sosiologis dan ekologis dari aktivitas tambang tanpa reklamasi. Ini bisa menjadi pintu masuk pengembangan perkara ke ranah pidana lingkungan,” tegas Indra.
CV Arjuna merupakan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi seluas 1.452 hektare yang habis masa berlakunya pada September 2021.
Dalam masa operasionalnya, perusahaan ini sempat menerima pencairan jaminan reklamasi dari Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kaltim tanpa dokumen teknis yang lengkap, seperti laporan keberhasilan reklamasi dan persetujuan dari otoritas yang berwenang.
Tak hanya itu, jaminan bank garansi sebesar Rp2,49 miliar juga tidak diperpanjang, menyebabkan kerugian tambahan pada kas negara.
Dalam kasus ini, Kejati Kaltim telah menetapkan dan menahan dua orang tersangka, yaitu IEE, Direktur Utama CV Arjuna, serta AMR, mantan Kepala Dinas Pertambangan Kaltim periode 2010-2018. Keduanya diduga bersekongkol dalam pencairan dana jamrek tanpa melalui prosedur yang sah.
Kini, selain fokus pada dugaan korupsi, penyidik mulai melirik potensi pidana lingkungan yang muncul dari kelalaian reklamasi tersebut.
“Kami akan terus kembangkan perkara ini, termasuk kemungkinan pidana tambahan terkait pelanggaran terhadap UU Lingkungan Hidup,” pungkas Indra.
(Redaksi)