Kaltimminutes.co – Kasus gagal ginjal akut misterius belakangan ini cukup menimbulkan kekhawatiran dikalangan masyarakat.
Kasus yang umumnya menyerang anak-anak ini diduga akibat dari imbas dari mengonsumsi obat sirop.
Terkait hal ini, Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) melayangkan gugatan terhadap Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta
Gugatan dengan nomor perkara 400/G/TF/2022/PTUN.JKT itu didaftarkan KKI pada 11 November 2022. Dalam laman SIPP PTUN Jakarta, agenda pemeriksaan persiapan dijadwalkan dilakukan pada 28 November 2022.
Ketua KKI David Tobing mengatakan gugatan pihaknya terhadap BPOM karena menilai sejumlah tindakan yang dilakukan BPOM merupakan pembohongan publik.
Hal ini yang menjadi alasan digugat sebagai perbuatan melawan hukum.
Lanjut David mengatakan, kebohongan yang dimaksud tersebut misalnya pada keterangan BPOM terkait rilis daftar obat yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas mengalami perubahan.
Dengan kondisi itu, KKI menuding BPOM tidak melakukan uji obat sirop secara menyeluruh.
“Konsumen Indonesia dan masyarakat Indonesia seperti dipermainkan,” kata David dilansir dari CNNIndonesia.com, Senin (14/11).
David menjelaskan, pertama, BPOM pada 20 Oktober lalu merilis lima merek obat dari tiga industri farmasi yang dinyatakan mengandung EG dan DEG yang melebihi ambang batas. Kemudian pada keterangan BPOM per 23 Oktober, sisa tiga obat dari lima obat yang dinyatakan berbahaya itu.
Kedua, pada 23 Oktober, BPOM kemudian mengumumkan 133 obat dinyatakan tidak tercemar EG atau DEG. Kemudian dari 102 obat sirop yang dikonsumsi pasien GGAPA (versi Kementerian Kesehatan), 23 obat dinyatakan tidak mengandung cemaran EG maupun DEG, serta tujuh obat dinyatakan aman dikonsumsi.
Selanjutnya pada 27 Oktober, BPOM kembali merilis 65 obat sirop aman, sehingga total terdapat 198 obat sirop yang dinyatakan tidak tercemar EG dan DEG versi BPOM.
Namun pada 7 November, BPOM merilis 69 obat sirop dari tiga industri farmasi yang dicabut izin edarnya, beberapa di antaranya juga dinyatakan mengandung EG dan DEG. Padahal, beberapa obat itu sebelumnya sempat dinyatakan sebagai obat sirop yang aman dikonsumsi oleh BPOM.
“Tindakan tersebut jelas membahayakan karena BPOM RI tidak melakukan kewajiban hukumnya untuk mengawasi peredaran sirop obat dengan baik,” jelasnya.
(*)