Kaltimminutes.co –Tudingan serius dialamatkan kepada tiga tokoh di balik berdirinya Taman Safari Indonesia (TSI), Jansen Manansang, Frans Manansang, dan Tony Sumampau. Ketiganya dilaporkan ke Kementerian Hukum dan HAM atas dugaan keterlibatan dalam praktik eksploitasi anak, kerja paksa, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sejak masih menjalankan bisnis sirkus melalui Oriental Circus Indonesia (OCI) pada era 1970-an.
Laporan itu dilakukan oleh sejumlah eks pekerja Oriental Circus Indonesia (OCI) yang melaporkan atas dugaan eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) kepada Kementerian HAM.
Dari delapan orang perwakilan korban yang hadir, sebagian besar berusia paruh baya. Mereka menceritakan kronologi dugaan eksploitasi saat dipekerjakan sejak masih anak-anak. Mereka mengaku menerima berbagai bentuk penyiksaan, seperti dipukul, disetrum, dipisahkan dari anaknya, dipaksa bekerja dalam kondisi kurang sehat, hingga dipaksa makan kotoran hewan.
Wakil Menteri HAM Mugiyanto mengatakan ada beberapa kemungkinan pelanggaran HAM yang dialami para korban.
“Ada perbudakan, penyiksaan, pelanggaran hak atas rasa aman, hak atas pendidikan, kemudian hak atas identitas,” kata Mugiyanto di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa, 15 April 2025. Lantas, siapa pemilik Taman Safari Indonesia?
Mengacu pada laman resminya, pemilik sekaligus Direktur Taman Safari Indonesia (TSI) Group adalah Jansen Manansang. Jansen lahir di Jakarta pada 1942.
Sebelum mendirikan Taman Safari Indonesia, Jansen bersama saudara-saudaranya, yaitu Frans Manansang dan Tony Sumampau telah mengikuti pekerjaan sang ayah, Hadi Manangsang. Ayahnya merupakan pemain akrobat keliling. Meskipun saat itu masih berusia 7 tahun, Jansen dan kedua adiknya selalu ikut rombongan sirkus keliling bernama Bintang Akrobat dan Gadis Plastik.
Tak hanya ikut, tiga bersaudara itu juga andil dalam berbagai pertunjukan. Agar lihai berakrobat, mereka bahkan setiap harinya berlatih untuk berdiri menggunakan tangan (handstand), sedikitnya selama 45 menit. Segala keperluan pertunjukan mereka siapkan secara pribadi, mulai dari pemain sirkus, menyediakan konsumsi, melatih satwa, mendirikan tenda, mengangkat peralatan, hingga mengurus perizinan.
Karena terus bekerja keras, bisnis pertunjukan sirkus dan akrobat keluarga Manansang semakin pesat hingga memiliki sirkus bertenda. Namun, suatu ketika, Tony digigit harimau dan pergi berobat ke Australia. Dari sanalah, mereka melihat sebuah kebun safari dan memunculkan ide untuk mendirikan kebun binatang di Indonesia.
Pada akhirnya, keluarga Manansang menemukan tempat yang dianggap cocok untuk dijadikan suaka margasatwa di Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dari usaha sirkus dan akrobat, mereka banting setir membuka Taman Safari Indonesia yang dibangun di atas lahan kebun teh yang tak lagi produktif seluas 60 hektare pada 1980.
Adapun pada 2023, Jansen dinobatkan sebagai Bapak Konservasi Lingkungan Hidup Indonesia oleh Messenger of Revival (More). Selain itu, dia mendapatkan penghargaan Outstanding Contribution for Animal Welfare dari Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) saat Hari Ulang Tahun (HUT) ke-72 PDHI, Senin, 13 Januari 2025.
Tuduhan Eksploitasi, Respon Manajeman Taman Safari Indonesia
Terkait dengan dugaan eksploitasi mantan pekerja OCI, adik Jansen sekaligus Komisaris TSI Group, Tony Sumampau membantahnya.
“Apa yang disampaikan sama sekali mengada-ada,” ucap Tony ketika dihubungi melalui pesan singkat WhatsApp, Selasa, 15 April 2025.
Tony menjelaskan, OCI dan Taman Safari Indonesia merupakan dua badan hukum yang berbeda, sehingga tidak bisa disebut sama.
Isu tersebut, lanjut dia, juga pernah mencuat pada 1997 dan ditangani oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), yang kala itu dipimpin Ali Said.
Menanggapi tuduhan tersebut, Tony Sumampau, adik Jansen sekaligus Komisaris TSI Group, membantah keras. Ia menegaskan bahwa OCI dan TSI adalah dua entitas hukum yang berbeda, dan bahwa tuduhan tersebut pernah mencuat pada 1997 tanpa hasil pembuktian dari Komnas HAM.
dilansir dari Tempo.co
(Redaksi)